BENGKALIS | Metrotempo.co – PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI) Kilang Sungai Pakning sebagai salah satu perusahaan BUMN yang beroperasi di wilayah Kabupaten Bengkalis, Riau, telah menunjukkan buah dari komitmen dan kontribusinya dalam upaya antisipatif menjaga kawasan lahan gambut dari ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla), Minggu (22/9/2024).
Hal tersebut tak lepas dari tujuan untuk menjaga serta mempertahankan penyerapan karbon di wilayah Sungai Pakning sebagai salah satu upaya pengendalian perubahan iklim yang telah menjadi isu global.
Selain mengelola lahan gambut menjadi lahan pertanian hortikultura di Desa Batang Duku, melalui program tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL), upaya lainnya yang dilakukan oleh Kilang Sungai Pakning adalah dengan mengelola kawasan hutan gambut di Dusun Bakti, Desa Tanjung Leban, Kecamatan Bandar Laksamana, Bengkalis, Riau, menjadi kawasan eduwisata yang membudidayakan lebah madu hutan gambut.
Lewat program yang telah berjalan sejak tahun 2019, PT KPI Kilang Sungai Pakning bersama dengan kelompok masyarakat Desa Tanjung Leban dan Kelompok Petani Madu Hutan menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat budidaya madu hutan yang ramah lingkungan.
“Program yang telah dikembangkan dalam kurun waktu 5 tahun dengan melibatkan masyarakat langsung ini menjadi upaya kami menjaga kawasan lahan gambut dari ancaman karhutla yang disebabkan oleh faktor alam maupun manusia. Oleh karena itu kami mencoba melakukan pembinaan dari hulu ke hilir,” jelas Area Manager Communication, Relations, & CSR PT KPI Kilang Dumai, Agustiawan.
Dijelaskan Agustiawan, sebelumnya petani madu di wilayah tersebut memanen madu hutan menggunakan media pengasapan dengan membakar sabut kelapa atau daun kelapa kering untuk mengusir lebah. Sehingga ini dapat berpotensi menjadi pemicu api dan menyebabkan terjadinya karhutla.
Maka dari itu, Kilang Sungai Pakning bergerak mendorong dan memberdayakan para petani madu hutan gambut dalam sebuah kelompok tani ‘Madu Biene’ untuk mengubah metode tradisional menjadi budidaya madu yang ramah lingkungan menggunakan ‘glodok’ atau rumah-rumahan yang terbuat dari kotak kayu yang menjadi sarang lebah sekaligus menghasilkan madu.
“Untuk mendorong perubahan perilaku para peternak tadi secara bertahap, tahun 2019 kami mengawalinya dengan memberikan pemahaman soal wawasan lingkungan dan panen madu tanpa metode membakar lewat proses edukasi dan penyuluhan,” imbuh Agustiawan.
Rahmadi, salah seorang peternak sekaligus ketua Kelompok Madu Biene dan ‘local hero’ binaan TJSL Kilang Sungai Pakning berkisah, tidak dipungkiri dengan metode pengasapan yang dahulu digunakan, dapat menimbulkan kebakaran. Jika hutan terbakar, artinya tidak ada tempat mencari lebah dan secara tidak langsung juga menghilangkan mata pencaharian para petani.
Senada dengan Agustiawan, Manager Production PT KPI Kilang Sungai Pakning, R, Moh. Kun Tauchid, mengatakan sejak program pengembangan dan pemberdayaan kelompok masyarakat lewat budidaya madu hutan ramah lingkungan Kilang Sungai Pakning, hal tersebut kemudian menjadi alternatif yang menguntungkan bagi peternak madu. Dimana para petani Kelompok Madu Bien kini membudidayakan madu khas hutan gambut spesies Apis cerana, Apis dorsata, Apis trigona, dan Apis mellifera dengan memanfaatkan sekitar pekarangan rumah.
Berbagai kegiatan pengembangan kapasitas yang dilakukan Kilang Sungai Pakning kepada anggota Kelompok Madu Bien, tak terkecuali Rahmadi telah meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya sebagai seorang peternak madu. Berbagai kegiatan pelatihan dan ‘benchmark’ yang diikuti oleh Rahmadi, kini membuatnya mampu mengedukasi proses pembudidayaan lebah madu dari awal hingga proses panen dan produk-produk yang dapat dihasilkan dari kegiatan budidaya lebah kepada banyak pihak.
“Kami telah banyak memberikan sosialisasi bagi peternak madu hutan di sekitar wilayah Bengkalis untuk dapat mencari lebah tanpa menimbulkan kebakaran, karena sumber penghasilan kami akan terganggu jika lahan dan hutan gambut mengalami kebakaran,” jelas Rahmadi saat dihubungi pada Jumat (20/9/2024).
Menurut pria berusia 30 tahun itu, tantangan terbesar dalam budidaya madu yang dirasakannya adalah kondisi cuaca yang berubah-ubah dari musim biasanya, hingga meyakinkan konsumen terhadap kualitas dan murninya madu hasil budidaya. Namun hal tersebut bukan menjadi penghalang bagi dirinya beserta peternak madu lainnya.
Tekad dan kerja keras Rahmadi dan Kelompok Madu Bien dalam membudidayakan madu hutan yang ramah lingkungan sekaligus menjaga kawasan gambut di sekitar desanya dari ancaman karhutla membawanya meraih penghargaan di bidang lingkungan dari Pemerintah Provinsi Riau pada peringatan Hari Ozon Sedunia, dengan meraih penghargaan Setia Lestari Bumi Kantor UPT Laboratorium Lingkungan, Dinas Dinas LHK Provinsi Riau, Kamis (19/9/2024).
Penghargaan tersebut diberikan untuk kelompok masyarakat yang telah berjasa dalam menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan kehutanan di Provinsi Riau sesuai Keputusan Gubernur Riau Nomor : Ktps.3377/VII/2024. Dalam upayanya menjaga lahan kelestarian lahan gambut, Rahmadi bersama Kelompok Madu Bien juga telah berhasil mencapai dukungan dan apresiasi dari KLHK dengan meraih penghargaan pada Program Kampung Iklim (Proklim) tingkat kabupaten 2021, tingkat madya pada tahun 2022 dan tingkat utama pada tahun 2023.
“Dengan penghargaan Setia Lestari Bumi ini, saya selaku ketua kelompok merasa bangga atas pencapaian ini, karena berkat kerjasama tim Pertamina dan kolaborasi dengan masyarakat, kami mampu berbuat sesuatu untuk ekosistem lahan gambut. Dan kami berharap penghargaan ini sebagai motivasi untuk lebih giat dalam melakukan upaya perbaikan iklim,” tutup Rahmadi. **Tonagian